MAQOLAH

Qalbun salim memiliki tanda, berbilang jumlahnya. salah satunya, ia tidak pernah merasa bosan melakukan amal ketaatan kepada Allah. Apalagi mengehentikannya. Sebab baginya, ubudiyah serupa pengabdian seorang pelayan kepada kekasihnya; nikmat dan membuat kecanduan. Ada perasaan selalu terhubung yang lebih indah, melebihi rindu yang berbalas.
Selanjutnya, ia menjadi energi untuk selalu mengulang-ulangnya saat terhubung dalam peribadatan.
Pengulangan itu bukan bukan semata rasa rindu yang hampa; Yang hanya memberi kuantitas tanpa peduli kwalitas. Hanya menghadirkan amal terbanyak bukan yang terbaik. Padahal, hidup mati dijadikan Allah untuk melihat siapa yang terbaik amalnya; ahsanu ‘amala.
Menyertakan cinta dalam ubudiyah, akan melahirkan keakraban. Selalu menjaga kualitas, meski ibadah itu berbilang dan berulang. Bukan sekedar banyaknya persembahan.
Ubudiyah yang mengandung cinta akan jauh dari sikap main-main dan asal-asalan. Sebab Qalbun salim, lebih memperhatikan pada kwalitas ibadahnya daripada kuantitasnya. Sehingga yang nampak adalah kekuarangan.
Peduli akan kualitas itulah yang meniscayakan istighfar saat selesai melakukan amal ketaatan, bukan hanya ketika kita menyesali perbuatan maksiat. Sebab kita harus khawatir akan adanya cacat yang mengiringi ibadah, mengotori dan bahkan menghilangkan kesempurnaannya.
Maka, rasa puas dalam beribadah adalah bencana. Apalagi jika belanjut dengan sikap meremehkan dan dan mecela orang yang lebih rendah amal ketaatannya atau bahkan orang yang melakukan maksiat. Kecuali mereka yang bangga dengan maksiatnya dan terang-terangan mengajak orang lain untuk mendukungnya.
Sebab ada rahasia Allah dalam maksiat yang ditaubati. boleh jadi, Allah menyayangi pelakunya dan memberi karunia taubat kepadanya, kemudian kita diuji dengannya. Yangdalam sesalnya, dalam gundah gelisahnya, kehinaan dan kerendahan yang ditanggungnya, dalam remuk redam  hatinya, hal itu lebih bermanfaat bagi dirinya, melebihi ketaatan kita yang disertai dengan aggapan suci diri, merasa lebih pandai bersyukur, lebih giat berbuat ketaatan, serta merasa terbebaskan dari dosa.
Maksiat yang membawa kerendahan diri kepada Allah, taubat kepadaNya, bisa jadi lebihdicintaiNya aripada ketaatan yang berbalut kesombongan. Sebagai ratapan penyesalan dosa, lebih disukai oleh Allah daripada tasbih yang diikuti dengan ke banggaan. Bagi hamba yang bertaubat, air mata adalah obat yang akan membalut luka jiwa, sedang bagi hamba yang mengaku taat, peremehannya kepada pelaku maksiat yang bertaubat itu adalah racun mematikan yang kelak akan menghancurkan dirinya.
Wallahua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Previous Posts

FellowEquality.com

Tulisan Teratas